Nama : Juniati Manalu
Kelas : 2PA07
Npm : 14512005
Mata kuliah : Kesehatan mental (softskill)
Korupsi dikalangan anggota dewan
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
2014
Latar Belakang
Kita sering mendengar kata yang satu ini, yaitu “KORUPSI”, korupsi ada disekeliling
kita, mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Korupsi bisa terjadi dirumah,
sekolah, masyarakat, maupun diintansi tertinggi dan dalam pemerintahan. Mereka
yang melakukan korupsi terkadang mengangap remeh hal yang dilakukan itu. Hal
ini sangat menghawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi
dibangun dari korupsi akan dapat merusaknya. Korupsi berasal dari
bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = yang artinya : (busuk, rusak,
menggoyahkan, memutar balik, menyogok) menurut Transparency International
adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai
negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya
mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang
dipercayakan kepada mereka, ini adalah salah satu tindak korupsi. Dalam arti yang luas,
korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam
prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi
adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di
mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang
muncul di bidang politik dan birokrasi adakalanya berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau bisa saja perorangan. Walau korupsi sering memudahkan
kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi,
korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari
masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara
korupsi dan kriminalitas atau kejahatan. Tergantung dari negaranya
atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak.
Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun
ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Contoh Kasus
JAKARTA - Kuasa
hukum Muhammad Nazaruddin, Elza Syarief, akhirnya mendatangi kantor
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedatangan pengacara kondang tersebut untuk
menyerahkan nama 15 anggota legislator (DPR RI), yang diduga terkait pembahasan
anggaran proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional
Kementerian Pemuda dan Olahraga (P3SON Kemenpora), Hambalang."Ya itu, yang
sudah saya sampaikan kemarin (15 anggota legislator). Kan baru secara global.
Sekarang mendetail sampai data-datanya," ujar Elza, di Gedung KPK,
Jakarta, Selasa (27/8/2013). Elza Syarief menyebutkan, kliennya, M. Nazaruddin
diduga memiliki data terkait 15 inisial nama anggota DPR RI yang disebutkan
dalam temuan audit investigasi tahap II, yang dilakukan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) atas pembangunan sport center Hambalang, Jawa Barat.
Sebelum
masuk ke Gedung KPK, perempuan yang pernah menjadi kuasa hukum keluarga Cendana
itu menegaskan, data yang diperoleh dari kliennya akan diserahkan lengkap
kepada lembaga yang dipimpin Abraham Samad itu. "Namanya bukan inisial.
Saya sudah tahu komplitnya," tegasnya. Untuk diketahui, ada 15 inisial
anggota DPR yang disebut BPK terkait dengan dugaan penyimpangan dalam
persetujuan anggaran Hambalang.
Mereka
yakni, MNS (Mahyuddin NS, Partai Demokrat), RCA (Rully Chairul Azwar, Partai
Golkar), HA (Hery Akhmadi, PDIP), AHN (Abdul Hakam Naja, PAN), APPS (Angelina
Patria Pingkan Sondakh, Partai Demokrat), WK (I Wayan Koster, PDIP), KM (Kahar
Muzakir, Partai Golkar), dan JA (Juhaini Alie, Partai Demokrat).Berikutnya, UA
(Utut Adianto, PDIP), AZ (Akbar Zulfakar, PKS), EHP (Eko Hendro Purnomo, PAN),
MY (Machmud Yunus, PPP), MHD (Muhammad Hanif Dhakiri, PKB), HLS (Herry Lontung
Siregar, Partai Hanura), MI (Mardiana Idraswari, PAN). Serta nama Kepala Bagian
Set Komisi X DPR RI yang berinisial AGS (Agus Salim) yang turut bersama-sama,
karena acapkali tidak menyusun risalah Rapat Dengar Pendapat (RDP). Khusunya
Risalah RDP Desember 2010 antara Pimpinan, Kapoksi, dan Pokja Anggaran dari
Komisi DPR RI dengan pejabat Eselon I Kemenpora. Terpidana suap pembangunan
sport center Hambalang, Muhammad Nazaruddin, yang diperiksa secara maraton oleh
penyidik KPK sejak Minggu malam memang tidak didampingi pengacaranya.
Kedatangan Elza kali ini secara khusus untuk mendampingi mantan Bendahara Umum
Partai Demokrat tersebut. Selain itu, kata Elza sebelumnya, Nazaruddin diduga
memiliki bukti soal uang Rp100 miliar, yang diterima anggota DPR termasuk
anggota Komisi X DPR terkait pembahasan anggaran proyek Pusat Pendidikan
Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional Kementerian Pemuda dan Olahraga
(P3SON Kemenpora), Hambalang. "Anggota DPR perannya sebelum proyek, dalam
proyek dan sesudah," terang Elza.[ian/snw]
Dewan Perwakilan Rakyat adalah salah satu lembaga
tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga
perwakilan rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan
umum dan menyampaikan suara dari rakyat kepada pemerintah. Adapun fungsi dan wewenang DPR adalah untuk
membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat peraturan
pemerintahan pengganti undang-undang , Menerima dan membahas usulan
Rancangan UndangUndang yang diajukan oleh DPD yang berkaitan dengan bidang
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
Iainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dan
mengikut sertakan dalam pembahasannya dalam awal pembicaraan tingkat I , Mengundang
DPD pntuk melakukan pembahasan rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPR
maupun oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf c, pada awal pembicaraan
tingkat I , Memperhatikan pertimbangan DPD atas Rancangan Undang-Undang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang-Undà ng yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama dalam awal pembicaraan tingkat I
, Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Presiden dengan
memperhatikan pertimbangan DPD , Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan
yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi
daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan
daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, pajak, pendidikan, dan agama , Memilih anggota
Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD , Membahas dan
menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang
disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan , Mengajukan, memberikan persetujuan,
pertimbangan/konsultasi, dan pendapat , Menyerap, menghimpun, menampung dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat , Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya
yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan undang-undang.
Korupsi berasal dari bahasa latin
corupto cartumpen yang berarti; busuk atau rusak. Korupsi ialah prilaku buruk
yang dilakukan pejabat publik secara tadak wajar atau tidak legal untuk
memparkaya diri sendiri. Adapun Faktor-Faktor
yang menyebabkan seseorang Korupsi diantaranya seperti Greeds (keserakahan) :
berkaitan dengan adanya perilaku serakah dan tidak pernah puas dengan apa yang
sudah di milikinya yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang. Opportunities
(kesempatan): berkaitan dengan keadaan individu yang sedemikian rupa, sehingga
terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan untuk keuntungan
diri sendiri. Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan
oleh individu-individu untuk menunjang kehidupan yang lebih layak. Sedangkan Exposures
(pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh
pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan. Ada beberapa teori yang berkaitan dengan kasus korupsi
diantaranya :
Teori
1.
Pendekatan Biologis
Fenomena korupsi yang terjadi di berbagai daerah di
Negara kita ini jika kita kaji berdasarakan pendekatan biologis, memang pada
dasarnya manusia merupakan mahluk yang tidak ada puasnya dengan masalah yang
menyangkut masalah kebutuhan biologis dan itu merupakan suatu sifat yang
melekat pada diri manusia atau sifat bawaan yang ada sejak lahir dengan
berbagai karakterisrik, namun manusia mempunyai pilihan untuk menentukan
perilakunya karna perbedaan perilaku ini yang membedakan karakteristik
seseorang antara satu dengan yang lain. Fenomena
korupsi yang terjadi diberbagai daerah di Negara kita ini telah melampaui batas
ketidakwajaran. Jika kita kaji masalah ini berdasarkan pendekatan biologis
memang pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang tidak mempunyai rasa puas
akan apa yang telah mereka dapat selama ini. Manusia lahir dengan berbagai
karakteristik yang membedakan dengan yang lain dan berperan menentukan
perilakunya.
Karakteristik biologis dalam kontek ini adalah :
a.
Naluri (karakteristik bawaan)
Manusia
memiliki naluri untuk selalu memenuhi kebutuhan dan tidak pernah puas dengan
yang sudah di miliki
b.
Faktor Genetik
(karakteristik fisik yang berkembang sejak lahir) Secara
Biologis, perbedaan genetic menimbulkan perbedaan perilaku. Misalnya, sebagian
dari kita ada perempuan (bisa melahirkan) dan ada peria (tak dapat melahirkan
), ada yang tumbuh lebih besar dan kuat, ada pula yang kurus dan kecil.
c.
Pertumbuhan fisik sementara Yang
di maksud di sini adalah pengaruh produksi hormonal atau perangsang otak di
pengaruhi oleh lingkungan dan kebutuhan biologis.
Dengan adanya factor yang sedemikian rupa, masih ada lagi factor
yang mempengaruhi orang tersebut melalukan tindakan korupsi, yakni dengan
adanya kesempatan untuk dapat melakukan tindakan korupsi. Dengan adanya
kesempatan yang seperti ini, dan para koruptor beranggapan bahwa apa yang
mereka lakukan tidak akan diketahui oleh pihak lain. Faktor kesempatan ini juga
dipengaruhi oleh genetis. ketika orang mendapat kesempatan untuk berbuat jelek
tapi factor genetis maupun nalurinya tidak terbiasa dengan hal tersebut, maka
orang itu tidak akan melakukan tindakan korupsi. berbeda dengan orang yang
tidak melatih nalurinya untuk menjaga dari hal-hal yang jelek. atau malah akan
jauh berbeda dengan orang-orang yang punya genetis egoisme untuk berusaha
memenuhi kebutuhan pribadinya mengalahkan rasa kasihannya kepada orang lain.
2. Pendekatan Belajar
Kali ini kita menganalisis permasalahan tindak korupsi
ditinjau dari pendekatan belajar, yang seakan-akan fenomena ini terjadi
hanyalah dianggap sebagai masalh biasa yang sering terjadi dikalangan hidup
sesorang terlebih para petinggi-petinggi Negara. Dalam teori belajar dikatakan
bahwa perilaku banyak ditentukan oleh apa yang telah dipelajarinya sebelumnya.
Ada 3 mekanisme
dalam belajar, yaitu :
a.
Asosiasi : atau yang lebih
dikenal dengan classical conditioning. Pada anjing, Pavlov mengasosiasikan bel
dengan daging.
b.
Reinforcement : orang belajar
menampilkan perilaku karena disertai sesuatu yang menyenangkan (demikian juga
sebaliknya)
c.
Imitasi : sering kali seseorang
mempelajari sikap dan perilaku dengan mengimitasi sikap dan perilaku orang yang
menjadi model.
Pendekatan
belajar memiliki tiga karakteristik yaitu :
a.
Sebab-sebab perilaku pada
pengalaman belajar individu dimasa lampau.
b.
Menempatkan sumber perilaku
pada lingkungan eksternal, bukan pada pengertian subyektif individu terhadap
apa yang terjadi.
c.
Pendekatan belajar, untuk
menjelaskan perilaku yang nyata, bukan keadaan subyektif/psikologis tertentu.
Pada kasus kali ini para koruptor
telah mempelajari perilaku kebiasaan. Saat mereka dihadapkan pada situasi yang
sama, maka mereka akan melakukan hal yang sama seperti apa yang telah mereka pelajari sebelumnya. Dalam kasus korupsi ini
dapat dikatakan bahwa
para petinggi-petinggi Negara telah melakukan tindak korupsi dikarenakan sebelumnya
mereka mengalami atau bahkanmelakuakan perbuatanini.
3. Pendekatan Insentif
Berdasarkan pandangan teori insentif, para koruptor melakuakn
tindakan yang seperti itu berdasarkan pada keuntungan dan kerugian yang akan
diterima setelah mereka melakukan tindakan tersebut usai. Pada kasus ini para
koruptor mempunyai beberapa pilihan yakni mereka dapat melarikan diri atau
menyerah pada KPK. Jika mereka menyerah maka akan ditangkapdan dipenjarakan
(insentif negatif). Dengan melarikan diri maka merekan akan bersenang-senang
dengan hasil uang korupsi yang mereka dapat (insentifpositif). Dalam kasus korupsi ini,
koruptor dan KPK dapat dianalisis dalam bentuk permusuhan karena kepentingan
mereka yang saling bertetangan. Para koruptor beruntung bila dapat lolos dari
KPK, begitupun sebaliknya jika KPK dapat menangkap Para pelaku
korupsi maka ia beruntung. Dalam melakukan tindakan
yang seperti ini tentunya mereka sudah memikirkan terlebih dahulu secara
rasional dengan memperhitungkan keuntungan dan kerugian dari tindakan yang di
lakukannya dan secara rasional akan memilih alternatif yang terbaik. Para
pelaku korupsi memilih alternative yang di dasarkan pada prinsip nilai dari
perbuatan yang mereka lakukan yang akan timbul dan dugaan keputusan dari
tindakan mereka yang akan timbul. Dalam kasus ini dapat di analisis karna
adanya kesempatan dan niat yang ada dalam diri pelaku korupsi yang bertentangan
dengan nilai-nilai dan peraturan hukum yang ada.
4. Teori Kognitif
(Piaget) mengatakan Pada dasarnya perilaku seseorang
sangat tergantung pada persepsinya terhadap situasi sosial,dan hukum persepsi
sosial mirip dengan hukum persepsi obyek. Orang mengorganisasikan
persepsi, pikiran dan keyakinannya tentang situasi sosial kedalam bentuk yang
sederhana dan bermakna dan pengorganisasian itu mepengaruhi perilaku sesorang
dalam situasi sosial. Secara kognitif, orang cenderung mengelompokkan obyek
atas dasar prinsip kesamaan, kedekatan, dan pengalaman yang cenderung
menginterpretasi aspek yang tak jelas pada diri orang. Interpretasi ini
merupakan implikasi dari caranya mengamati orang lain dan situasi sosial.
Secara umum, prinsip-prinsip dasar
di kategorikan menjadi bagian seperti berikut :
a.
Secara kognitif, orang
cenderung mengelompokkan obyek atas dasar prinsip kesamaan, kedekatan dan
pegalaman.
b.
Secara kognitif, orang
cenderung memperhatikan (tertarik) pada sesuatu yang mencolok (figure)
berwarna-warni, bergerak-gerak, bersuara, unik & antic.
c.
Secara kognitif orang cenderung
menginter-pretasi aspek yang tak jelas pada diri orang, (tujuan, motif, sikap,
ciri kepribadian, perasaan, dll). Interpretasi ini merupakan implikasi dari
caranya mengamati orang lain dan situasi sosial.
Proses
interpretasi dan organisasi kognitif sangatlah penting (dalam kontek ini),
karena merupakan implikasi dari cara seorang mengamati orang lain dan situasi
sosialnya. Kembali pada kasus korupsi
yang telah dikaji, para pelaku korupsi tidak mengamati KPK atau hukum dan
perangkatnya yang berlaku di Indonesia sebagai bagian-bagian yang terpisah,
melainkan secara keseluruhan para koruptor melihatnya sebagai KPK secara umum
yang tugasnya, sifatnya, perilakunya, dll seperti yang telah ia ketahui
sebelumnya. Sehingga seperti apa yang telah mereka persepsi, KPK merupakan
ancaman baginya. Atas dasar interpretasi dan organisasi kognitif tersebut, para
pelaku korupsi berekaksi untuk dapat melarikan diri dan dapat bersenang-senang
dengan uang hasil korupsinya.
Teori kognitif menekankan pada dua
hal yaitu :
1.
Memusatkan perhatian pada
interpretasi (organisasi perseptual) mengenai keadaan saat ini bukan keadaan
masa lalu. (bagaimana korupsi itu dilakukan karena kebutuhannya sekarang untuk
memperkaya dirinya tanpa melihat keadaan masa lalunya. Sehingga bisa jadi dulu
yang dia adalah orang yang baik namun karena dalam kesempatan yang dia dapatkan
dia dapat melakukan korupsi karena posisi dia saat ini yang menguntungkan).
2.
Sebab-sebab perilaku terletak
pada persepsi (interpretasi) individu terhadap situasi, bukan pada realitas hal
yang penting, dari pada bagaimana sebenarnya situasi itu. Sehingga waktu yang
dipikirkan itu tidak akan pernah dilewatkan untuk melakukan korupsi.
5. Teori
Psikoanalisis
Sigmund Freud merupakan pendiri Psikoanalisis. Teori Psikoanalisis fokus pada
pentingnya pengalaman masa kanak-kanak. Intinya, masa kanak-kanak memegang
peran menentukan dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku manusia ketika
dewasa kelak. Ada lima tahap perkembangan kepribadian dalam Psikoanalisis.
Menurut Freud, manusia dalam perkembangan kepribadiannya melalui tahapan oral,
anal, phallik, laten, dan
genital. Tahap pertama, tahapan oral. Pada tahap ini manusia melulu menggunakan
mulutnya untuk merasakan kenikmatan. Bayi selalu memasukkan ke mulutnya setiap
benda yang dipegangnya. Tahapan ini berlangsung pada 0-3 tahun. Tahap kedua,
tahapan anal. Inilah tahapan ketika anak memperoleh kenikmatan ketika
mengeluarkan sesuatu dari anusnya. Anak menyukai melihat tumpukan kotorannya.
Pada tahap ini anak dapat berlama-lama dalam toilet. Tahap ketiga, tahapan
phallis. Tahap phallis berlangsung pada umur 8-10 tahun. Anak memperoleh
kenikmatan dengan memainkan kelaminnya. Tahap keempat, tahapan laten. Anak
melupakan tahapan memperoleh kenikmatan karena sudah memasuki usia sekolah. Anak mempunyai teman dan permainan baru. Tahap kelima, tahapan genital.
Inilah tahapan ketika perkembangan kedewasaan mencapai puncaknya. Manusia sudah
memasuki tingkat kedewasaan. Tahap-tahap perkembangan ini berjalan normal, dari
satu tahap ke tahap berikutnya. Namun, bisa saja orang terhambat dalam
perkembangan dini. Freud menyebutnya fiksasi. Penyebabnya beragam, bisa karena
orang tua, lingkungan sosial, atau konflik mental. Lantas apa kaitannya dengan korupsi? Untuk menjawabnya, kita mesti melacak
akar dari korupsi menurut “Gone Theory” Menurut
Jack Bologne, akar penyebab korupsi ada empat : Greed, Opportunity, Need,
Exposes. Greed terkait keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi. Koruptor
adalah orang yang tidak puas akan keadaan dirinya. Punya satu gunung emas,
berhasrat punya gunung emas yang lain. Punya harta segudang, ingin punya pulau
pribadi. Opportunity terkait dengan sistem yang memberi lubang terjadinya
korupsi. Sistem pengendalian
tak rapi, yang memungkinkan seseorang bekerja asal-asalan. Mudah timbul
penyimpangan. Saat bersamaan, sistem pengawasan tak ketat. Orang gampang
memanipulasi angka. Bebas berlaku curang. Peluang korupsi menganga lebar. Need
berhubungan dengan sikap mental yang tidak pernah cukup, penuh sikap
konsumerisme, dan selalu sarat kebutuhan yang tak pernah usai. Exposes
berkaitan dengan hukuman pada pelaku korupsi yang rendah. Hukuman yang tidak membuat
jera sang pelaku maupun orang lain. Deterrence effect yang minim. Dari empat akar masalah diatas merupakan halangan besar pemberantasan korupsi. Tapi,
dari keempat akar persoalan korupsi tadi, bagi saya, pusat segalanya adalah
sikap rakus dan serakah. Sistem yang bobrok belum tentu membuat orang korupsi.
Kebutuhan yang mendesak tak serta-merta mendorong orang korupsi. Hukuman yang
rendah bagi pelaku korupsi belum tentu membikin orang lain terinspirasi ikut
korupsi. Pendeknya, perilaku koruptif bermula dari sikap serakah yang akut.
Adanya sifat rakus dan tamak tiada tara. Korupsi, menyebabkan ada orang yang
berlimpah, ada yang terkuras, ada yang jaya, ada yang terhina, ada yang
mengikis, ada yang habis. Korupsi paralel dengan sikap serakah.
Analisa
Dari
abstarksi fenomena dan penjabaran teori yang ada bisa dianalisa beberapa hal
tentang kasus korupsi melalui perspektif ini. Melalui pendekatan teori biologis
bisa di lihat bahwa naluri (karakter bawaan) manusia siapapun meskipun bukan
pejabat dia pasti akan cenderung memperkaya dirinya untuk memenuhi kebutuhannya
dan akan selalu menambah dan menumpuk kekayaan. Dari sini bisa sedikit memberi
gambaran bahwa tindakan korupsi merupakan tindakan yang bisa dilakukan oleh
siapapun karena naluri bawaannya tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki dan
cenderung memperkaya diri sendiri. Faktor genetik juga punya peranan penting,
karena naluri memperkaya diri antar orang yang satu dengan yang lain akan beda.
Demikian pula sebagian orang mungkin karena alasan-alasan genetik, lebih
mempunyai nilai egois untuk memperkaya diri sendiri dari pada yang lain bahkan
yang dilakukan itu bisa membuat orang sengsara seperti halnya korupsi. Dalam
kasus diatas, korupsi bisa saja para pejabat memiliki genetic yang lebih
dominan nilai egosinya sehingga selalu mementingkan kepentingan pribadi dalam
memenuhi kebutuhannya. Melalui pendekatan teori belajar, hasil analisa yang
bisa diperoleh adalah bahwa para koruptor ini asa kemungkinan mereka
beranggapan bahwa tindakan mereka sah dilakukan karena orang-orang sebelumnya
mereka juga melakukan hal yang sama dan tidak mendapat hukuman yang terlalu
berat ketika tertangkap.
Kesimpulan
Korupsi merupakan masalah
utama yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang ini. Meski pemerintah telah
berupaya untuk memberantas korupsi, namun usaha tersebut masih jauh dari kata
berhasil.
Perlawanan balik koruptor telah membuat lembaga-lembaga tersbut gagal untuk
menjalankan fungsinya, dan pada akhirnya jatuh bertumbangan. Selain itu bukan hanya petinggi negara yang berpeluang melakukan
korupsi, setiap orang dapat melakukan korupsi baik di sekolah, rumah, maupun
masyarakat. Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi,
tetapi secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor dari
dalam diri individu dan faktor dari luar. Faktor dari dalam misalnya
sifat serakah, motivasi berprestasi yang rendah, kesalahan dalam
berfikir, sifat suka berfoya-foya, sifat tidak asertif, dan orientasi nilai yang
keliru. Faktor dari luar misalnya, sistem administrasi yang
kurang baik, kesan bahwa petugas hukum dapat disogok, dan adanya penyelesaian
kekeluargaan dalam penyelesaian kasus korupsi. Ada banyak cara
yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi, diantaranya dengan mencegah
kekuasaan terkonsentrasi pada satu pihak; menegakkan aturan hukum; mensadarkan
individu bersangkutan; memberi gaji yang layak kepada pegawai pemerintah; mendidik ulang masyarakat sehinga moralitasnya menjadi baik.Sebagian besar ahli bersepakat bahwa tindak pidana korupsi sangat berkaitan dengan sisi psikologis pelaku, sehingga karenanya keterlibatan ahli psikologi dalam pemberantasan korupsi sangat diperlukan. Hal ini menjadi peluang dan tantangan tersendiri bagi insan psikologi untuk berkonstribusi menyelesaikan masalah bangsa, memberantas korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
Bertnes. K, Etika. (1993) Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Gerungan, W A. (2000). Psikologi Sosial.Bandung : Refika Aditama
Walgito, B. (1999). Psikologi Sosial Suatu Penganta. Yogyakarta: CV Andi. Offset
Sarwono, S W. (1999). Psikologi Sosial Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta : Balai Pustaka.
http://www.rimanews.com/read/20130827/115352/data-terduga-penerima-dana-korupsi-proyek-hambalang-diserahkan-ke-kpk
http://psikologipro.wordpress.com/category/pandangan-teori-psikoanalisis-tentang-perilaku-korupsi/